Masih Beruntung
Ternyata Bulan Maret ini
mengingatkan pada setahun yang lalu pemerintah menetapkan perang terhadap
adanya pandemi Covid 19. Pada 2 Maret 2020, untuk pertama kalinya pemerintah
mengumumkan dua kasus pasien positif Covid-19 di Indonesia. Setelah setahun Update Corona di Indonesia 8 Maret 2021:
Bertambah 6.894, Total Kasus Covid-19 Berjumlah 1.386.556. Sementara, jumlah
yang meninggal dunia menjadi 37.547 orang setelah ada penambahan kasus
meninggal hari ini sebanyak 281 orang.
Masih beruntung dalam kehidupan sekarang pelayanan kesehatan telah mudah dan menyebar ke seluruh pelosok terutama di pulau Jawa. Sampai setingkat kecamatan telah memiliki Puskesmas dengan beberapa cabang pembantu. Puskesmas utama di Kecamatan telah memiliki unit rawat inap. Walaupun di dalam penanganan Covid-19 umumnya ditangani rumah sakit umum yang merupakan milik pemerintah daerah kabupaten/kota. Namun gugus tugas Covid-19 yang berada di setingkat desa tetap berkoordinasi dengan Puskesmas setempat yang terdekat.
Beruntung pada era Covid-19 sekarang
juga dunia kedokteran telah modern di semua negara. WHO telah berusaha
memberikan informasi kepada negara anggotanya tentang perkembangan pandemi
Covid-19. Negara-negara di dunia memperoleh informasi up to date tentang penyakit terbaru dan kemajuan kedokteran hasil
penelitian terbaru juga akan cepat menyebar berkat dukungan kemajua ilmu
pengetahuan dan teknologi masa kini. Hingga berjalannya satu tahun pandemi
vaksin telah diberikan kepada penderita.
Beruntung sekarang, setingkat
kabupaten/kota di pulau Jawa telah memiliki rumah sakit umum daerah yang
kebanyakan sekelas C dan ada juga yang kelas B. Indonesia memiliki total 2.831 rumah sakit pada tahun
2017 yang terdiri dari 2.267 rumah sakit umum dan 564 rumah sakit khusus. Sebanyak
64% rumah sakit di Indonesia diselenggarakan oleh swasta, sisanya 27% oleh
pemerintah daerah dan 9% oleh pemerintah pusat. Provinsi dengan jumlah rumah
sakit paling banyak adalah Jawa Timur yang memiliki 379 rumah sakit dan yang
paling sedikit adalah Kalimantan Utara yang hanya memiliki 10 rumah sakit.
Rumah sakit umum tersebar di seluruh provinsi, sedangkan rumah sakit khusus
tidak terdapat di 2 provinsi, yaitu Papua Barat dan Kalimantan Utara.
Beruntung Covid-19 bagi penderita
diisolasi sampai 14 hari. Bagi yang tidak punya penyakit penyerta atau kormobid
penderita yang diisolasi dilakukan pemberian vitamin, makan menu seimbang,
istirahat, olahraga, dan mental yang senang akan cepat pulih selama waktu isolasi tersebut.
Isolasi juga ditempatkan pada tempat yang layak dan menyenangkan seperti hotel,
wisma, balai diklat dan lainnya. Yang memerlukan penanganan intensif bagi
pasien yang memliki penyakit penyerta. Ketika orang dengan komorbid terkena,
maka ada risiko cukup tinggi untuk mengalami gejala parah. Gejala parah atau
severe Covid-19 terjadi karena interaksi efek dari Covid-19 dengan komorbid.
Tapi coba kita tilik atau flashback kejadian luar biasa epidemi penyakit Pes awal abad 20 di Indonesia. Epidemi Penyakit Pes tahun 1911 sampai 1926 berarti wabah ini selama 15 tahun. Wabah ini awalnya di daerah Malang yang waktu itu mengalami paceklik. Dalam pengananan warga di desa-desa hanya mengandalkan para mantri kesehatan dan dukun. Kita ketahui saat itu Indonesia masa penjajahan, pemeritah kolonial Belanda mendatangkan dokter dari kota tetapi penanganannya tidak maksimal karena takut tertular. Dokter yang didatangkan dari negeri Belanda ini pilah-pilih dalam menangani pasien.
Penanganan Pemerintah Kolonial
Hindia Belanda sangat lambat. Sementara dokter pribumi yang masih pendidikan,
waktu itu dr. Cipto Mangunkusumo menawarkan diri dikirim di Malang, dan
berhasil menyembuhkan bayi hingga mengangkat menjadi anak. Tak lama dihentikan
alasan wabah pes makin menjalar. Penyakit pes makin menyebar ke Barat Malang
yaitu Kediri, Tulungagung, Blitar dan Madiun.
Sedangkan dokter penggantinya dari negeri Belanda didatangkan pada tahun
1917 dengan memberikan vaksin yang berasal dari Jerman dan Inggris. Berarti
setelah tujuh tahun adanya epidemi pes barulah ada vaksin.
Wabah ini disebabkan oleh banyaknya tikus mati dan kutu-kutu
yang ada dalam beras. Pemerintah Kolonial Belanda ketika paceklik kemudian
mengimpor beras dari India, Burma, dan Tiongkok. Beras yang dibawa dari Burma berbulan-bulan
membawa tikus yang makan dan buang kotoran disitu. Padahal di Burma sedang
terjangkit wabah pes. Melalui beras impor itulah penyakit pes terbawa dari
Burma ke Jawa. Rencana beras juga akan didistribusikan ke Wlingi, Blitar dengan
kereta api namun tertahan di gudang-gudang stasiun di Malang karena banjir.
Dari tikus-tikus yang tinggal digudang ini banyak yang mati penyebarkan pes mulai
diketahui ketika 17 orang dari Desa Turen yang makan beras itu mati. Pes
menular melalui gigitan kutu tikus pembawa bakteri Yersinia Pestis.
Surabaya sebagai tempat turunnya pertama beras impor tak
luput dari Pes. Dalam tahun 1916 sampai 1917 beras impor itu dari Surabaya
dikirim ke Semarang juga mulai menyebarnya penyakit pes di kota ini. Ratusan
orang tewas di kota ini. Penduduk yang mengalami pes akan terserang flu dengan
demam selama dua sampai enam hari, kejang, pendarahan, batuk darah dan terdapat
benjolan pada ketiak atau leher. Hingga tahun 1926 wabah ini menyebar hampir ke
seluruh Jawa dengan korban 120.000 orang meninggal. Dalam jumlah penduduk yang
masih sedikit tentu jumlah tersebut suatu kejadian luar biasa.
Ketika ada salah satu penduduk terjangkit pes, maka seluruh
anggota keluarga harus diisolasi. Penderita harus isolasi minimal selama 15
hari. Seluruh anggota keluarga juga ikut diisolasi. Tempat isolasi berupa tenda
barak yang jauh dari perkampungan. Pada praktik sebenarnya di Malang penderita
diisolasi selama sebulan. Penanganan perawatan seadanya dari mantri, dokter
Belanda malas menangani karena takut tertular. Bahkan jika ada satu penduduk
terserang pes satu desa diisolasi. Sungguh menyedihkan penanganan wabah ini,
jauh dari kata layak daripada Covid-19.
Rumah penderita juga harus dibakar, dibongkar, atau
dirobohkan rata dengan tanah. Alasannya untuk membongkar supaya tikus tidak
bersarang ke tempat lain. Selanjutnya setelah isolasi penduduk dapat membangun
kembali. Tetapi tidak diperbolehkan memakai bambu, atap harus berbahan kayu.
Bangunan dinding harus menggunakan tembok, tidak boleh gedek (anyaman bambu).
Memang ada bantuan dari pemerintah Belanda dengan pengembalian mencicil. Sungguh
ini sangat berat bagi penduduk desa yang masih miskin-miskin. Coba kita dapat
bayangkan kesedihan saudara kita saat itu, sudah paceklik harus dibebankan
hutang.
Itulah yang penulis katakan masih beruntung dalam kondisi Covid-19 ini. Kalau kita bandingkan dengan epidemi pes yang pernah menyerang Pulau Jawa masa lampau. Berlangsungnya hampir 15 tahun, bukan waktu yang pendek. Terjadi pada masa penjajahan. Kondisi paceklik, harus mencicil hutang, dengan kondisi pelayanan medis yang masih tradisional. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga.
Kenapa kata masih beruntung terlontar sekarang ketika sedang mewabah Covid-19. Kata masih beruntung yang terucap bagian dari rasa syukur dengan keadaan kondisi sekarang yang Allah SWT takdirkan. Gambaran seabad yang lalu saudara kita, penduduk tanah air jauh lebih menyedihkan dan sengsara yang berkepanjangan. Sungguh sangat malang saudara pendahulu bangsa kita terutama di Pulau Jawa. Makanya dengan kata masih beruntung, kita harus semangat menghadapi Covid-19 yang mewabah negeri ini. Catatan kelam ini juga bagian dari sejarah kepahitan tanah air yang tak boleh dilupakan supaya kita selalu bersyukur hidup di alam kemerdekaan.
Tulisan yang bergizi. Sikap bersyukur.
ReplyDeleteTerima kasih, Pak Khoiri penyemangat yang luar biasa.
ReplyDeleteTulisan yang bagus... Datanya lengkap banget... Top
ReplyDeleteTerima kasih. Kalo data sih tinggal browsing, Bu. Masih belajar membandingkan dua peristiwa.
DeleteSatu pembelajaran realistik dr penjabaran sejarah masa lalu, terimakasih utk informasinya Pak Wartono. Mantulll
ReplyDeleteSama-sama sekedar membandingkan dua fakta masa lampau dengan sekarang semoga bermanfaat.
ReplyDeleteSaya bangga di ajar sama pak Wartono
ReplyDeletePandai merangkai kata tulisannya pun bagus sekali