Thursday, March 11, 2021

Kehilangan

                                                                    Kehilangan

 

           Pagi hari ini saya sudah melangkahkan kaki setelah turun dari roda empat di Jalan Haji Naman, Pondok Kelapa, Jakarta. Kuamati bangunan sejauh mata memandang sangat jauh berbeda 28 tahun yang lalu. Anganku mengingat tahun 1993 ketika aku tinggal di situ dua tahunan. Waktu itu aku setiap tengah malam antara jam 11 – 12 aku pulang kerja.  Turun dari angkot yang melalui pinggir kalimalang, aku jalan sendirian menyusuri jalan perumahan Pemda DKI dilanjut melewati pekarangan luas dengan pepohonan rambutan, kecapi, dan pisang dengan ditumbuhi tanaman semak belukar. Kini pekarangan tanah merah berdiri rumah yang gedongan diselingi rumah penduduk nan rapat.

Waktu itu saya kesulitan tempat tinggal. Aku sedang kuliah tetapi harus sambil bekerja. Aku termasuk keluarga yang ekonomi minus tapi ingin kuliah. Paman dari pihak bapakku ini yang perhatian menawarkan tinggal bersama keluarganya. Aku memang sangat butuh tempat berteduh untuk istirahat malam. Kalau aku kos atau kontrak secara ekonomis belum mampu. Hingga tawaran pamanku aku terima. Sampai siang kuliah dilanjut sore sampai malam bekerja part time di restauran.

Waktu yang cukup untuk mengenal keluarga paman dari dekat. Setelah dua tahun tinggal bersamanya istri paman meninggal. Beliau meninggalkan 5 anak yang masih kecil-kecil dengan sang putra sulungnya masih kelas 2 SMP dan putra bungsunya 3 tahun. Atas takdir ini, kelima anaknya diasuh Enyak dan Engkongnya yang tinggalnya setengah kilometer dari rumah paman. Atas kenyataan ini tak berapa lama kakak perempuanku nikah, dan aku diajak tinggal bersamanya di Bekasi supaya tak merepotkan paman.

Sejauh kakiku melangkah sekitar seratus meter anganku terhenti ketika masuk gang. Aku harus sampai di rumah paman untuk bertemu terakhir kalinya. Bendera kuning tertancap di tembok rumah ketika masuk gang. Semalam aku mendapat berita duka kepergian keluarga bapakku yang tinggal satu-satunya, yaitu paman.  Salam kuucapkan sesampai di pintu rumah, anak-anaknya satu per satu memelukku dengan isakkan tangis. Aku berusaha menenangkan supaya ikhlas dan sabar akan takdir yang sudah dituliskan Allah SWT.

Dari cerita istri sekarang dan anak-anaknya, aku mendapat cerita paman tidak sakit. Memang punya penyakit darah tinggi, tapi sebelum meninggal dalam kondisi sehat. Setelah salat Asar merasa kedinginan ambil selimut dan tidur tetapi selamanya dengan nafas telah tiada. Hatiku merasa sejuk akan mudahnya paman dalam meninggal dunia tanpa merepotkan orang terdekatnya. Aku mendoakan di depan jenazah beliau setelah kubacakan Surat Yasin mengiringi kepergian beliau.

Hatiku lebih sejuk lagi melihat kelima anaknya saling membacakan ayat Al Quran di depan jenazah ayahnya. Aku melihatnya sangat rukun untuk mengurusi kepergian ayahnya. Ilmu agama yang diperoleh anak-anaknya diterapkan untuk menghadapi kematian paman. Setahuku beliau ahli ibadah, orangnya tak banyak omong, dan rajin menyambung silatirahim.

Semasa hidupnya, sering sekali mengunjungi keponakannya, saudara, bahkan mertua anak-anaknya. Paman tidak mengenal prinsip yang tua harus didatangi yang muda. Paman justru sebagai orang tua yang sering berkunjung ke rumahku. Beliau berprinsip niat silaturahim siapa yang punya waktu luang, itulah yang punya kesempatan. Kunjungan ke rumahku sering dengan waktu yang tak tentu, kadang sebulan sekali, dua bulan atau enam bulan sekali. Kalau punya keinginan berkunjung, ya terus berangkat.

Ketika jenazah mau disalatkan, sang ustad memberikan ceramah bahwa pamanku orang tak banyak omong, datang salat ke masjid lebih awal sebelum azan, terutama Subuh sering membuka pintu masjid dan berzikir. Mendengar ceramah ini aku banyak belajar dari paman. Yang ikut salat jenazah dan mengantar ke makan puji syukur banyak. Melihat kenyataan itu aku berdoa kembali semoga mendapat tempat yang layak di sisi Allah. Bertepatan dengan Isra Miraj, 10 Maret 2021 aku mendapatkan pelajaran pamanku yang dikenal baik. Sungguh semakin sejuk hatiku mengiringi kepergian pamanku dari dunia.

Selamat jalan, Pamanku. Innalillahi wainnalillahi rojiun. Semoga khusnul khotimah diterima amal ibadahnya dan ditempatkan di surganya Allah SWT. 

4 comments:

  1. Inna lillaahi wainna ilaihi raajiuun. Penutup yg menghanyutkan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Trims. Ya, Pak kehilangan salah satu orang tua yang pernah memapah jalan kesuksesan hidupku.

      Delete
  2. Innalillahi Wa Innaa Ilaihi Roji'un
    Kisah kebaikan yang menjadi inspirasi kehidupan bagi kita semua.
    Semoga husnul khotimah

    ReplyDelete
  3. Ya, Bu. Selalu ingat akan kebaikan orang terdekat kita agar bisa balas kebaikannya sesuai kemampuan yang kita miliki.

    ReplyDelete