Thursday, March 11, 2021

Masih Beruntung

                                                                 Masih Beruntung

            Ternyata Bulan Maret ini mengingatkan pada setahun yang lalu pemerintah menetapkan perang terhadap adanya pandemi Covid 19. Pada 2 Maret 2020, untuk pertama kalinya pemerintah mengumumkan dua kasus pasien positif Covid-19 di Indonesia. Setelah setahun Update Corona di Indonesia 8 Maret 2021: Bertambah 6.894, Total Kasus Covid-19 Berjumlah 1.386.556. Sementara, jumlah yang meninggal dunia menjadi 37.547 orang setelah ada penambahan kasus meninggal hari ini sebanyak 281 orang.

            Masih beruntung dalam kehidupan sekarang pelayanan kesehatan telah mudah dan menyebar ke seluruh pelosok terutama di pulau Jawa. Sampai setingkat kecamatan telah memiliki Puskesmas dengan beberapa cabang pembantu. Puskesmas utama di Kecamatan telah memiliki unit rawat inap. Walaupun di dalam penanganan Covid-19 umumnya ditangani rumah sakit umum yang merupakan milik pemerintah daerah kabupaten/kota. Namun gugus tugas Covid-19 yang berada di setingkat desa tetap berkoordinasi dengan Puskesmas  setempat yang terdekat.

            Beruntung pada era Covid-19 sekarang juga dunia kedokteran telah modern di semua negara. WHO telah berusaha memberikan informasi kepada negara anggotanya tentang perkembangan pandemi Covid-19. Negara-negara di dunia memperoleh informasi up to date tentang penyakit terbaru dan kemajuan kedokteran hasil penelitian terbaru juga akan cepat menyebar berkat dukungan kemajua ilmu pengetahuan dan teknologi masa kini. Hingga berjalannya satu tahun pandemi vaksin telah diberikan kepada penderita.

           Beruntung sekarang, setingkat kabupaten/kota di pulau Jawa telah memiliki rumah sakit umum daerah yang kebanyakan sekelas C dan ada juga yang kelas B. Indonesia memiliki total 2.831 rumah sakit pada tahun 2017 yang terdiri dari 2.267 rumah sakit umum dan 564 rumah sakit khusus. Sebanyak 64% rumah sakit di Indonesia diselenggarakan oleh swasta, sisanya 27% oleh pemerintah daerah dan 9% oleh pemerintah pusat. Provinsi dengan jumlah rumah sakit paling banyak adalah Jawa Timur yang memiliki 379 rumah sakit dan yang paling sedikit adalah Kalimantan Utara yang hanya memiliki 10 rumah sakit. Rumah sakit umum tersebar di seluruh provinsi, sedangkan rumah sakit khusus tidak terdapat di 2 provinsi, yaitu Papua Barat dan Kalimantan Utara.  

            Beruntung Covid-19 bagi penderita diisolasi sampai 14 hari. Bagi yang tidak punya penyakit penyerta atau kormobid penderita yang diisolasi dilakukan pemberian vitamin, makan menu seimbang, istirahat, olahraga, dan mental yang senang akan  cepat pulih selama waktu isolasi tersebut. Isolasi juga ditempatkan pada tempat yang layak dan menyenangkan seperti hotel, wisma, balai diklat dan lainnya. Yang memerlukan penanganan intensif bagi pasien yang memliki penyakit penyerta. Ketika orang dengan komorbid terkena, maka ada risiko cukup tinggi untuk mengalami gejala parah. Gejala parah atau severe Covid-19 terjadi karena interaksi efek dari Covid-19 dengan komorbid.

            Tapi coba kita tilik atau flashback kejadian luar biasa epidemi penyakit Pes awal abad 20 di Indonesia. Epidemi Penyakit Pes tahun 1911 sampai 1926 berarti wabah ini selama 15 tahun. Wabah ini awalnya di daerah Malang yang waktu itu mengalami paceklik. Dalam pengananan warga di desa-desa hanya mengandalkan para mantri kesehatan dan dukun. Kita ketahui saat itu Indonesia masa penjajahan, pemeritah kolonial Belanda mendatangkan dokter dari kota tetapi penanganannya tidak maksimal karena takut tertular. Dokter yang didatangkan dari negeri Belanda ini pilah-pilih dalam menangani pasien.

            Penanganan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda sangat lambat. Sementara dokter pribumi yang masih pendidikan, waktu itu dr. Cipto Mangunkusumo menawarkan diri dikirim di Malang, dan berhasil menyembuhkan bayi hingga mengangkat menjadi anak. Tak lama dihentikan alasan wabah pes makin menjalar. Penyakit pes makin menyebar ke Barat Malang yaitu Kediri, Tulungagung, Blitar dan Madiun.  Sedangkan dokter penggantinya dari negeri Belanda didatangkan pada tahun 1917 dengan memberikan vaksin yang berasal dari Jerman dan Inggris. Berarti setelah tujuh tahun adanya epidemi pes barulah ada vaksin.

Wabah ini disebabkan oleh banyaknya tikus mati dan kutu-kutu yang ada dalam beras. Pemerintah Kolonial Belanda ketika paceklik kemudian mengimpor beras dari India, Burma, dan Tiongkok. Beras yang dibawa dari Burma berbulan-bulan membawa tikus yang makan dan buang kotoran disitu. Padahal di Burma sedang terjangkit wabah pes. Melalui beras impor itulah penyakit pes terbawa dari Burma ke Jawa. Rencana beras juga akan didistribusikan ke Wlingi, Blitar dengan kereta api namun tertahan di gudang-gudang stasiun di Malang karena banjir. Dari tikus-tikus yang tinggal digudang ini banyak yang mati penyebarkan pes mulai diketahui ketika 17 orang dari Desa Turen yang makan beras itu mati. Pes menular melalui gigitan kutu tikus pembawa bakteri Yersinia Pestis.

Surabaya sebagai tempat turunnya pertama beras impor tak luput dari Pes. Dalam tahun 1916 sampai 1917 beras impor itu dari Surabaya dikirim ke Semarang juga mulai menyebarnya penyakit pes di kota ini. Ratusan orang tewas di kota ini. Penduduk yang mengalami pes akan terserang flu dengan demam selama dua sampai enam hari, kejang, pendarahan, batuk darah dan terdapat benjolan pada ketiak atau leher. Hingga tahun 1926 wabah ini menyebar hampir ke seluruh Jawa dengan korban 120.000 orang meninggal. Dalam jumlah penduduk yang masih sedikit tentu jumlah tersebut suatu kejadian luar biasa.

Ketika ada salah satu penduduk terjangkit pes, maka seluruh anggota keluarga harus diisolasi. Penderita harus isolasi minimal selama 15 hari. Seluruh anggota keluarga juga ikut diisolasi. Tempat isolasi berupa tenda barak yang jauh dari perkampungan. Pada praktik sebenarnya di Malang penderita diisolasi selama sebulan. Penanganan perawatan seadanya dari mantri, dokter Belanda malas menangani karena takut tertular. Bahkan jika ada satu penduduk terserang pes satu desa diisolasi. Sungguh menyedihkan penanganan wabah ini, jauh dari kata layak daripada Covid-19.

Rumah penderita juga harus dibakar, dibongkar, atau dirobohkan rata dengan tanah. Alasannya untuk membongkar supaya tikus tidak bersarang ke tempat lain. Selanjutnya setelah isolasi penduduk dapat membangun kembali. Tetapi tidak diperbolehkan memakai bambu, atap harus berbahan kayu. Bangunan dinding harus menggunakan tembok, tidak boleh gedek (anyaman bambu). Memang ada bantuan dari pemerintah Belanda dengan pengembalian mencicil. Sungguh ini sangat berat bagi penduduk desa yang masih miskin-miskin. Coba kita dapat bayangkan kesedihan saudara kita saat itu, sudah paceklik harus dibebankan hutang.

Itulah yang penulis katakan masih beruntung dalam kondisi Covid-19 ini. Kalau kita bandingkan dengan epidemi pes yang pernah menyerang Pulau Jawa masa lampau. Berlangsungnya hampir 15 tahun, bukan waktu yang pendek. Terjadi pada masa penjajahan. Kondisi paceklik, harus mencicil hutang, dengan kondisi pelayanan medis yang masih tradisional. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga.

Kenapa kata masih beruntung terlontar sekarang ketika sedang mewabah Covid-19. Kata masih beruntung yang terucap bagian dari rasa syukur dengan keadaan kondisi sekarang yang Allah SWT takdirkan. Gambaran seabad yang lalu saudara kita, penduduk tanah air jauh lebih menyedihkan dan sengsara yang berkepanjangan. Sungguh sangat malang saudara pendahulu bangsa kita terutama di Pulau Jawa. Makanya dengan kata masih beruntung, kita harus semangat menghadapi Covid-19 yang mewabah negeri ini. Catatan kelam ini juga bagian dari sejarah kepahitan tanah air yang tak boleh dilupakan supaya kita selalu bersyukur hidup di alam kemerdekaan.

7 comments:

  1. Tulisan yang bergizi. Sikap bersyukur.

    ReplyDelete
  2. Terima kasih, Pak Khoiri penyemangat yang luar biasa.

    ReplyDelete
  3. Tulisan yang bagus... Datanya lengkap banget... Top

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih. Kalo data sih tinggal browsing, Bu. Masih belajar membandingkan dua peristiwa.

      Delete
  4. Satu pembelajaran realistik dr penjabaran sejarah masa lalu, terimakasih utk informasinya Pak Wartono. Mantulll

    ReplyDelete
  5. Sama-sama sekedar membandingkan dua fakta masa lampau dengan sekarang semoga bermanfaat.

    ReplyDelete
  6. Saya bangga di ajar sama pak Wartono
    Pandai merangkai kata tulisannya pun bagus sekali

    ReplyDelete