Lebaran tahun 2021 atau 1442 H pemerintah menetapkan larangan mudik bagi masyarakat. Pemerintah memiliki alasan untuk melindungi warganegaranya dari wabah Pandemi Covid-19 semakin meluas. Kekhawatiran pemerintah cukup beralasan dengan belajar dari India yang mengalami tsunami Covid-19. Di negara tersebut setiap 4 menit terjadi korban keganasan wabah itu. Konon kabarnya kita diminta waspada virus Covid-19 yang bermutasi Corona B117 atau varian yang menyerang India, Inggris, Afrika Selatan sudah masuk ke wilayah RI.
Dalam mengantisipasi larangan mudik tersebut pemerintah tegas dan ketat untuk menutup akses mudik. Penutupan akses mudik mencakup semua akses perhubungan darat, laut, dan udara yang melayani penumpang. Semua aktivitas perhubungan yang mengangkut penumpang antar pulau, antar kota antar propinsi, antar kota dalam propinsi akan ditutup dan angkutan dalam wilayah aglomerasi sangat dibatasi. Meski demikian, aturan itu tidak akan berlaku bagi beberapa kendaraan pengangkut bahan pokok dan Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal ini bertujuan untuk tetap menjaga perputaran roda ekonomi.
Selain itu, aturan tersebut juga
tidak akan berlaku kepada masyarakat yang ingin pulang ke kampung halaman
dengan alasan yang sangat mendesak. Tapi, mereka harus terlebih dahulu
mengantongi izin dari Gugus Tugas Penanganan COVID-19 pusat. Ketika tak
mengantongi izin tersebut dan tetap memaksa, mereka akan mendapat kesulitan
selama perjalanan. Sebab, penyekatan jalan akan dilakukan hampir di setiap
daerah atau kabupaten.
Kendati demikian, aktivitas esensial
dan transportasi publik di wilayah aglomerasi bisa tetap beroperasi secara
terbatas. Sehingga, pemerintah tidak menerapkan penyekatan transportasi di
wilayah tersebut. Pengaturan transportasi di kawasan aglomerasi sesuai
Permenhub Nomor 13 Tahun 2021. Transportasi darat berupa angkutan jalan dan kereta api akan tetap
melayani masyarakat dengan pembatasan jam operasional, frekuensi serta jumlah
armada. Selain itu, pengawasan terhadap protokol kesehatan diperketat.
Wilayah aglomerasi ada delapan
mencakup Medan Raya, Jabodetabek, Bandung Raya, Semarang Raya, Yogyakarta Raya,
Solo Raya, Gerbangkertosusila, dan Makasar Raya. Awalnya wilayah aglomerasi
tidak dilarang mudik, namun di lapangan kesulitan penanganan diubah menjadi
dilarang. Pemerintah melarang apa pun bentuk mudik, baik lintas provinsi maupun
dalam satu wilayah kabupaten/kota aglomerasi. Pelarangan ini agar memaksimalkan
upaya pencegahan transmisi virus akibat mobilitas masyarakat.
Orang yang bekerja mengurus surat
tugas di mana perusahaan tempat bekerja. Sementara bagi orang yang memiliki
kepentingan keluarga mendesak, harus mengurus Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) di
kelurahan atau desa masing-masing.
Meski demikian, masyarakat mencari
akal atau main kucing-kucingan untuk berupaya pulang kampung. Bagi masyarakat
yang memiliki waktu longgar karena tak terikat pekerjaan sudah pulang kampung
sebelum diberlakukan waktu larangan mudik. Perilaku-perilaku masyarakat di
lapangan akal-akalan untuk mengelabuhi petugas. Tampak jelas ketika tanggal 6
Mei 2021 diberlakukan penutupan akses mudik, dini hari banyak pengendara motor
dan mobil yang jebol dari pengawasan di Karawang. Mereka pemudik tak menyadari akan mendapat
penyekatan kembali di titik berikutnya, hingga diputar balik untuk kembali ke
kota asalnya.
Perilaku akal-akalan mudik juga
diperoleh dari berita TV dan medsos ada yang berpura-pura membeli galon, menyamar
menjadi kernet truk, menumpang truk sayur dari pasar induk Cibitung, bahkan ada
yang menggunakan ambulan untuk mudik. Di Tangerang perusahaan otobus menaikkan
penumpang di terminal bayangan yang memanfaatkan lahan kosong bagian perumahan
yang belum di bangun. Perusahaan travel ilegal kucing-kucingan mudik dengan
mengangkut penumpang secara estafet menggunakan mobil berbeda dengan cara
transit di suatu rumah makan.
Menyimak hal akal-akalan mudik dari
masyarakat menunjukkan tingkat kesadaran yang rendah dalam mengindahkan aturan
pemerintah. Lebih penting lagi dibalik larangan mudik sebenarnya juga
melindungi keluarga dan saudara dari meluasnya wabah Covid-19. Memang mudik suatu tradisi yang berfungsi
untuk menjalin silaturahim, namun bila saat ini bisa menimbulkan mudarat perlu
adanya kesadaran menahan diri. Sebetulnya
hanya mencari waktu yang aman untuk mengunjungi saudara dengan mengesampingkan
nuansa istimewa untuk berkumpul.
Mudik memang mempunyai nilai positif.
Selain silaturahim diantara kita saling berbagi dan melepaskan kerinduan untuk
berkumpul saling mengenal dan memperat persaudaraan. Waktu lebaran juga perputaran
uang dan kegiatan ekonomi di daerah meningkat. Namun, saat wabah seperti mudarat
yang lebih luas karena membahayakan banyak orang, jauh lebih penting dari
egoisme pribadi untuk mudik. Kadang ego seseorang juga diselipkan rasa pamer
untuk menunjukkan ke orang lain akan perbaikan status ekonomi setelah merantau.
Itikad baik pemerintah untuk melindungi warganegaranya harus didukung kesadaran tinggi dari masyarakat. Menunda sementara waktu mudik yang diganti dengan waktu kalau sudah normal perlu kesadaran menahan diri demi kepentingan bersama yang urgensinya lebih tinggi.
Sebetulnya jika ingin membagi uang atas rezeki selama merantau bisa dilakukan dengan transfer. Jika ingin berbagi baju lebaran untuk saudara bisa dilakukan dengan kirim paket. Jika kita ingin mengobati kerinduan kepada orang tua, istri, anak, keluarga, dan saudara kita bisa komunikasi melalui video call. Sebetulnya semuanya bisa dilakukan dengan komunikasi yang baik. Insya Allah orang tua atau keluarga akan menyadari bila kita sementara tak mudik. Mereka juga mendapatkan informasi yang cukup akan kebijakan pemerintah tentang larangan mudik.
No comments:
Post a Comment