Saturday, May 8, 2021

Akal-Akalan Mudik


Lebaran tahun 2021 atau 1442 H pemerintah menetapkan larangan mudik bagi masyarakat.  Pemerintah memiliki  alasan untuk melindungi warganegaranya dari wabah Pandemi Covid-19 semakin meluas. Kekhawatiran pemerintah cukup beralasan dengan belajar dari India yang mengalami tsunami Covid-19. Di negara tersebut setiap 4 menit terjadi korban keganasan wabah itu. Konon kabarnya kita diminta waspada virus Covid-19 yang bermutasi Corona B117 atau varian yang menyerang India, Inggris, Afrika Selatan sudah masuk ke wilayah RI.

Dalam mengantisipasi larangan mudik tersebut pemerintah tegas dan ketat untuk menutup akses mudik. Penutupan akses mudik mencakup semua akses perhubungan darat, laut, dan udara yang melayani penumpang. Semua aktivitas perhubungan yang mengangkut penumpang antar pulau, antar kota antar propinsi, antar kota dalam propinsi akan ditutup dan angkutan dalam wilayah aglomerasi sangat dibatasi. Meski demikian, aturan itu tidak akan berlaku bagi beberapa kendaraan pengangkut bahan pokok dan Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal ini bertujuan untuk tetap menjaga perputaran roda ekonomi. 

Selain itu, aturan tersebut juga tidak akan berlaku kepada masyarakat yang ingin pulang ke kampung halaman dengan alasan yang sangat mendesak. Tapi, mereka harus terlebih dahulu mengantongi izin dari Gugus Tugas Penanganan COVID-19 pusat. Ketika tak mengantongi izin tersebut dan tetap memaksa, mereka akan mendapat kesulitan selama perjalanan. Sebab, penyekatan jalan akan dilakukan hampir di setiap daerah atau kabupaten.

Kendati demikian, aktivitas esensial dan transportasi publik di wilayah aglomerasi bisa tetap beroperasi secara terbatas. Sehingga, pemerintah tidak menerapkan penyekatan transportasi di wilayah tersebut. Pengaturan transportasi di kawasan aglomerasi sesuai Permenhub Nomor 13 Tahun 2021. Transportasi darat berupa angkutan jalan dan kereta api akan tetap melayani masyarakat dengan pembatasan jam operasional, frekuensi serta jumlah armada. Selain itu, pengawasan terhadap protokol kesehatan diperketat.

Wilayah aglomerasi ada delapan mencakup Medan Raya, Jabodetabek, Bandung Raya, Semarang Raya, Yogyakarta Raya, Solo Raya, Gerbangkertosusila, dan Makasar Raya. Awalnya wilayah aglomerasi tidak dilarang mudik, namun di lapangan kesulitan penanganan diubah menjadi dilarang. Pemerintah melarang apa pun bentuk mudik, baik lintas provinsi maupun dalam satu wilayah kabupaten/kota aglomerasi. Pelarangan ini agar memaksimalkan upaya pencegahan transmisi virus akibat mobilitas masyarakat.

Orang yang bekerja mengurus surat tugas di mana perusahaan tempat bekerja. Sementara bagi orang yang memiliki kepentingan keluarga mendesak, harus mengurus Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) di kelurahan atau desa masing-masing.

Meski demikian, masyarakat mencari akal atau main kucing-kucingan untuk berupaya pulang kampung. Bagi masyarakat yang memiliki waktu longgar karena tak terikat pekerjaan sudah pulang kampung sebelum diberlakukan waktu larangan mudik. Perilaku-perilaku masyarakat di lapangan akal-akalan untuk mengelabuhi petugas. Tampak jelas ketika tanggal 6 Mei 2021 diberlakukan penutupan akses mudik, dini hari banyak pengendara motor dan mobil yang jebol dari pengawasan di Karawang.  Mereka pemudik tak menyadari akan mendapat penyekatan kembali di titik berikutnya, hingga diputar balik untuk kembali ke kota asalnya.

Perilaku akal-akalan mudik juga diperoleh dari berita TV dan medsos ada yang berpura-pura membeli galon, menyamar menjadi kernet truk, menumpang truk sayur dari pasar induk Cibitung, bahkan ada yang menggunakan ambulan untuk mudik. Di Tangerang perusahaan otobus menaikkan penumpang di terminal bayangan yang memanfaatkan lahan kosong bagian perumahan yang belum di bangun. Perusahaan travel ilegal kucing-kucingan mudik dengan mengangkut penumpang secara estafet menggunakan mobil berbeda dengan cara transit di suatu rumah makan.

Menyimak hal akal-akalan mudik dari masyarakat menunjukkan tingkat kesadaran yang rendah dalam mengindahkan aturan pemerintah. Lebih penting lagi dibalik larangan mudik sebenarnya juga melindungi keluarga dan saudara dari meluasnya wabah Covid-19.  Memang mudik suatu tradisi yang berfungsi untuk menjalin silaturahim, namun bila saat ini bisa menimbulkan mudarat perlu adanya kesadaran menahan diri.  Sebetulnya hanya mencari waktu yang aman untuk mengunjungi saudara dengan mengesampingkan nuansa istimewa untuk berkumpul.

Mudik memang mempunyai nilai positif. Selain silaturahim diantara kita saling berbagi dan melepaskan kerinduan untuk berkumpul saling mengenal dan memperat persaudaraan. Waktu lebaran juga perputaran uang dan kegiatan ekonomi di daerah meningkat. Namun, saat wabah seperti mudarat yang lebih luas karena membahayakan banyak orang, jauh lebih penting dari egoisme pribadi untuk mudik. Kadang ego seseorang juga diselipkan rasa pamer untuk menunjukkan ke orang lain akan perbaikan status ekonomi setelah merantau.

Itikad baik pemerintah untuk melindungi warganegaranya harus didukung kesadaran tinggi dari masyarakat. Menunda sementara waktu mudik yang diganti dengan waktu kalau sudah normal perlu kesadaran menahan diri demi kepentingan bersama yang urgensinya lebih tinggi.

Sebetulnya jika ingin membagi uang atas rezeki selama merantau bisa dilakukan dengan transfer. Jika ingin berbagi baju lebaran untuk saudara bisa dilakukan dengan kirim paket. Jika kita ingin mengobati kerinduan kepada orang tua, istri, anak, keluarga, dan saudara kita bisa komunikasi melalui video call. Sebetulnya semuanya bisa dilakukan dengan komunikasi yang baik. Insya Allah orang tua atau keluarga akan menyadari bila kita sementara tak mudik. Mereka juga mendapatkan informasi yang cukup akan kebijakan pemerintah tentang larangan mudik.

No comments:

Post a Comment